Perang Istana Besar dan Runtuhnya
Imperium Portugis
oleh: Nugra
PORTUGIS merupakan imperium yang diperhitungkan dalam kancah internasional pada awal abad ke-16. Penjelajahnya menjadi pioner, bahkan telah mendarat di dunia baru Amerika dan berbagai belahan dunia lain di timur, Hindia. Kejayaannya berkibar dan bersaing dengan negara-negara Eropa Barat lainnya yang sedang berjuang mencari dunia baru paska takluknya Konstantinopel yang membuat Eropa mengalami isolasi ekonomi dari dunia timur.
PORTUGIS merupakan imperium yang diperhitungkan dalam kancah internasional pada awal abad ke-16. Penjelajahnya menjadi pioner, bahkan telah mendarat di dunia baru Amerika dan berbagai belahan dunia lain di timur, Hindia. Kejayaannya berkibar dan bersaing dengan negara-negara Eropa Barat lainnya yang sedang berjuang mencari dunia baru paska takluknya Konstantinopel yang membuat Eropa mengalami isolasi ekonomi dari dunia timur.
Hanya separuh abad Portugis menikmati kejayaannya, sampai nasib tragis di
Afrika Utara pada tahun 1578 M yang merontokkan kedigdayaannya tanpa pernah
bisa berdiri lagi hingga detik ini. Peristiwa Perang Wadil Makhazin atau Perang
Istana Besar atau dikenal pula sebagai Perang Tiga Raja (Battle of Three Kings), menjadi kenangan terpahit dalam
sejarah Portugis yang mencoba menjajah Maroko, Afrika Utara pada saat itu.
Bahkan dalam ensiklopedia Wikipedia tentang sejarah Imperium Portugis (Portuguese Empire), peristiwa besar ini tidak
disinggung sedikit pun karena menjadi aib besar takluk di tangan mujahidin.
Geopolitik Laut Tengah
Pada tahun 1578, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah berada pada masa puncak
kejayaannya di bawah pimpinan Sultan Sulaiman Qonuni. Wilayah kekuasaannya
meliputi wilayah Turki saat ini hingga di perbatasan Hungaria di sebelah barat,
Timur Tengah (Syiria hingga Hijazz), Mesir dan seluruh wilayah Afrika Utara
minus Maghrib (Maroko). Laut Timur Tengah berada dalam hegemoni Utsmaniyah.
Terjalin persekutuan erat dengan Perancis sehingga Eropa dalam keadaan terpecah
belah, namun memiliki semangat yang sama, penjelajahan dan penaklukkan dunia
baru.
Kompetisi dalam mencari dunia baru berlangsung begitu cepat dan dipenuhi
pertumpahan darah. Kapal-kapal Portugis, Spanyol, Inggris, Perancis, Italia
telah melanglang buana sejak tersebarnya penemuan Amerika oleh Colombus pada tahun
1492 M serta penemuan ladang emas Inca-Maya oleh Cortez plus pembantaian bangsa
Inca-Maya. Sehingga semakin menambah ambisi Portugis dan negara Eropa lainnya
melakukan penjajahan.
Tahun 1578, di Maroko, Afrika Utara, terjadi konflik penguasa antara Abu
Abdullah Muhammad Mutawakkil as-Sa’di dengan pamannya, Abdul Malik. Setelah
kalah oleh sang paman, as-Sa’di lantas meminta bantuan kepada raja Portugis,
Sebastian, untuk mengalahkan Abdul Malik yang beraliansi dengan Turki Utsmani
yang saat itu dipimpin Sultan Sulaiman al-Qonuni.
Permintaan as-Sa’di dengan senang hati diterima oleh Sebastian yang juga
memiliki misi untuk menaklukkan negeri muslim di Afrika Utara. Didorong oleh
fanatik Katolik, perluasan imperium dan misi perang salib untuk menggulung Utsmaniyah,
datanglah Sebastian bersama sukarelawan dari Spanyol, tentara bayaran dari
Jerman, Italia serta tokoh Inggris berpengaruh, Thomas Stukley. Sejumlah 500
kapal dipergunakan untuk menyeberangkan pasukan Portugis ke Maroko dengan
jumlah pasukan 23.000 (sumber Barat), sementara sejarawan muslimin menyebutkan
pasukan musuh sejumlah 125.000 orang.
Pengkerucutan jumlah pasukan biasa dilakukan sejarawan Barat untuk membuat
pemakluman atas kekalahannya. Untuk besar jumlah pasukan muslimin, baik sumber
Barat maupun muslimin menyebutkan jumlah yang sama, yakni 40.000 orang, yang
terdiri dari 35.000 pasukan Abdul Malik dan 15.000 pasukan bantuan Utsmaniyah.
Pasukan Portugis mendarat tanggal 24 Juni 1578 di Arzila, Maroko. Seruan
jihad segera berkumandang di seluruh penjuru Maroko, “Pergilah kalian ke
Wadil Makhazin untuk berjihad di jalan Allah!”
Berdatanganlah dari berbagai pelosok Maroko para mujahidin di bawah
pimpinan Abdul Malik al-Mu’tashim Billah. Sementara itu, as-Sa’di melancarkan
perang opini dan fatwa dengan berupaya memecah belah muslimin melalui
pengiriman surat kepada penduduk Maroko yang berbunyi,
“Saya tidak pernah meminta bantuan pada orang-orang Kristen, kecuali
saat tidak dapat bantuan lagi dari muslimin. Bukankah para ulama mengatakan,
‘Boleh saja bagi manusia meminta bantuan pada siapa saja atas orang yang
merampas haknya dengan semua cara yang bisa dia lakukan.’ Dengarkanlah ancaman
Allah, “Jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu.” (al-Baqarah : 279).”
Opini yang dilancarkan as-Sa’di segera mendapatkan jawaban keras dari
ulama-ulama Maroko, setelah pembukaan surat tahmid dan sholawat,
“… Adapun perkataanmu bahwa kau kembali kepada mereka tatkala tidak
ada lagi pertolongan dari muslimin, maka di dalamnya ada larangan yang akan
mendatangkan kemurkaan Rabb-Mu. Salah satunya adalah karena engkau meyakini
bahwa sesungguhnya semua kaum muslimin berada dalam kesesatan, dan sesungguhnya
kebenaran tidak bisa ditegakkan kecuali dengan bantuan orang-orang Kristen.
Kita berlindung kepada Allah. Kedua, sesungguhnya kamu meminta pertolongan
kepada orang-orang kafir untuk memerangi muslimin.
Padahal Rasululllah bersabda, “Sesungguhnya saya
tidak pernah meminta pertolongan pada orang-orang yang menyekutukan Allah.”
Engkau sendiri telah membanggakan diri dalam suratmu bersama gerombolan
orang-orang Romawi yang kini berada bersamamu. Dan kau merasa terangkat dengan
datangnya raja itu dengan tentaranya. Lalu bagaimana posisimu dengan firman Allah
berikut,
“Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya
walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.” (At-Taubah : 32)
Amir Abdul Malik juga mengirimkan surat kepada Sebastian, “Sesungguhnya
pengaruhmu telah nampak sejak engkau pertama kali keluar dari negerimu,
sedangkan engkau membawa permusuhan. Maka janganlah engkau bergerak dulu
sebelum kami datang kepadamu. Jika itu yang engkau lakukan, maka engkau
benar-benar seorang Kristen yang pemberani. Dan jika tidak, maka engkau tak
lebih dari anak anjing. Bukanlah sikap pemberani dan bukan pula ksatria jika
seseorang datang pada penduduk yang tidak terlindungi dan dia tidak menanti
orang-orang yang siap perang.”
Surat ini membuat marah Sebastian namun berhasil membuatnya memutuskan
untuk menunggu meskipun penasihat dan komandan perangnya meminta untuk tetap
segera melakukan pendudukan. Strategi Abdul Malik berhasil.
Bertemulah 125.000 pasukan Portugis dan 40.000 pasukan muslimin di sebuah
daerah yang bernama Istana Besar (Ksar al-Kabir),
lebih 100 km di sebelah selatan Tangier dan 20 km jauhnya dari pantai.
Kecerdasan taktik Abdul Malik berhasil memancing dan mengisolasi pasukan
Sebastian dari pasukan artileri armada kapalnya di pantai. Pasukan kavaleri
juga dikirimkan untuk menghancurkan jembatan di belakang Sebastian sehingga
memutus jalur bantuan dan pelarian musuh.
Abdul Malik mengatur meriam artileri di bagian depan kemudian pasukan
infantri dan pemanah di tengah memanjang serta kavaleri kudanya di sayap kanan
dan kiri. Sebenarnya Abdul Malik dalam kondisi menderita sakit, namun semangat
jihadnya yang menggelora membuatnya tegar.
“Sejak kapan seseorang yang sakit mendapat pengecualian dalam jihad
di jalan Allah?” Jawabnya ketika diminta untuk tidak terjun di medan perang.
Hari Bersejarah
Senin tanggal 30 Jumadil Akhir 986 H atau 4 Agustus 1578 M menjadi hari
bersejarah, baik bagi Portugis maupun Maroko dan khususnya dunia Islam. Pagi
itu Sultan Abdul Malik berdiri di depan pasukannya menyampaikan khutbah jihad
menjelang perang.
Ia membacakan ayat-ayat Allah yang menggelorakan jihad, “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)
Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hajj : 40).
“Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Anfal : 10).
“Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Anfal : 10).
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu
membelakangi mereka (mundur).” (al-Anfal : 15).
Sultan Abdul Malik terus membakar semangat muslimin untuk mati syahid. Di
seberang mereka, para kardinal Portugis pun melakukan hal yang sama, membakar
semangat pasukannya yang dipimpin Sebastian. Pasukan Portugis menjadikan perang
ini sebagai bagian dari Perang Salib.
Perang ditandai dengan 10 letusan meriam dari kedua belah pihak. Takbir
menggema dari muslimin menggetarkan siapa pun yang mendengarnya. Majulah kedua
pasukan saling merangsek. Sultan Abdul Malik maju di barisan depan menyerang
pasukan tengah musuh. Namun penyakitnya yang parah membuatnya harus dibawa
kembali ke dalam tenda. Di tenda ini, hanya ditemani saudaranya Ahmad
al-Manshur serta pengawalnya Ridwan al-Alaj, Sultan memberikan intruksi perang
dan meminta kematiannya disembunyikan dari mujahidin hingga akhirnya Sultan Abdul
Malik pun wafat.
Gelora jihad yang besar disertai taktik perang yang jitu berhasil menekan
pasukan Sebastian baik di barisan tengah maupun sayapnya. Muslimin yang dibantu
kavaleri elit Janisari Utsmaniyah yang merupakan momok menakutkan bagi Eropa,
berhasil menggulung pasukan sayap Portugis. Seluruh pasukan Portugis lari
mundur ke jembatan Sungai Wadil Makhazin. Sayangnya jembatan harapan itu telah
dihancurkan, aroma kematian menghinggapi pasukan Kristen Portugis, banyak yang
mati tercebur ke sungai, termasuk as-Sa’di dan Sebastian yang mayatnya tidak
pernah ditemukan, sisanya tertawan dan terbunuh oleh pedang tombak tentara
Allah. Selama 4 jam 20 menit, Allah menunjukkan pertolongan-Nya dengan
menghinakan pasukan Portugis di negeri muslimin.
Paska perang Istana Besar ini, naiklah Ahmad al-Manshur sebagai Sultan di
Maroko. Kabar kemenangan segera tersebar di seluruh negeri muslimin dan
disambut dengan suka cita. Wibawa muslimin khususnya Maroko meningkat sehingga
datanglah utusan-utusan dari berbagai negeri Eropa mengirimkan hadiah dan
hubungan dagang.
Di sisi lain, Portugis mengalami masa-masa kegelapan, di mana imperiumnya
di beberapa belahan dunia runtuh dan dicaplok oleh negara-negara Eropa lainnya,
hanya tersisa Timor Leste yang tersisa hingga abad ke-20. Kerajaan Portugis
sendiri dikuasai dan berada dalam genggaman Spanyol berabad-abad lamanya.
Allah Azza wa Jalla membuktikan pertolongan-Nya dalam Perang Istana Besar serta mengenyahkan
bendera kufur yang hendak menjajah negeri muslimin. Allah mengilhamkan
kemampuan strategi dan taktik cerdas kepada Sultan Abdul Malik sehingga musuh
yang tiga kali lipat jumlahnya dapat dihancurkan total. Semoga menjadi cambuk
bagi perjuangan muslimin di seluruh bumi-Nya.[http://www.hidayatullah.com]
Nugra adalah penulis buku “Panglima Surga”
Sumber :
Nugra adalah penulis buku “Panglima Surga”
Sumber :
1. Bangkit dan Runtuhnya
Khilafah Ustmaniyyah oleh Ali Muhammad As Shalabi.